Showing posts with label Artikel. Show all posts
Showing posts with label Artikel. Show all posts
Saturday, December 22, 2018
Asuransi Mobil Sinar Mas
Simas Mobil adalah nama produk asuransi mobil yang ditawarkan perusahaan Asuransi Sinar Mas. Produk ini menawarkan perlindungan yang sangat lengkap. Mengapa lengkap? Karena dengan membayar premi yang ditentukan, pengasuransi tidak akan hanya mendapatkan perlindungan all-risk dan Total Loss Only, tapi juga perluasan. Berikut rinciannya:
- All-risk (jaminan kerusakan sebagian atau keseluruhan mobil karena kejatuhan benda, kebakaran, tabrakan, kecelakaan lalu lintas, pencurian, atau benturan). Untuk bisa mendapatkan perlindungan ini, usia maksimal kendaraan adalah 10 tahun.
- Total Loss Only (kerusakan total / minimal 75% diakibatkan kejatuhan benda, kebakaran, tabrakan, kecelakaan lalu lintas, pencurian, atau benturan). Usia maksimal mobil untuk perlindungan ini adalah 20 tahun.
- Perlidungan perluasan yang terdiri dari:
- Kecelakaan diri (50.000.000)
- Pengobatan (1000.000)
- Tanggung jawab hukum pihak ke-3 (100.000.000)
- Huru hara
- Banjir
- Tsunami
Note: Simas Mobil hanya menerima jenis mobil sedan dan minibus dan hanya digunakan untuk kepentingan dinas atau pribadi. Artinya, klien yang akan membeli asuransi mobil untuk kepentingan komersial tidak dilayani.
Uang pengganti (UP)
Simas Mobil menghitung uang pengganti berdasarkan pada harga sebenarnya suatu mobil untuk tahun pertama. Untuk tahun selanjutnya, UP akan turun karena nilai mobil mengalami penyusutan. Di tahun kedua, UP yang akan diterima klien sebesar 90% dari UP tahun pertama. Tahun ketiga, UP sebesar 80% dari tahun pertama. Tahun keempat, UP sebesar 70% dari UP tahun pertama. Tahun kelima, enam, tujuh, dan delapan, UP kan sebesar 60% dari UP tahun pertama.
Premi
Bagaimana suku premi yang ditawarkan Simas Mobil? Berikut rinciannya:
Perlindungan
|
Untuk harga mobil di bawah 500 juta
|
Harga mobil di atas 500 juta
|
All Risk | 3,25% | 2,5% |
Total Loss Only (TLO) | 1,5% | 1,25% |
Contoh:
Yaris EM/T yang berharga 205.300.000 dan diasuransikan dengan perlindungan all risk/comprehensive, klien harus membayar premi sebesar 3.25% x 205.300.000 = 6.672.250 pertahunnya.
Jika klien memilih paket TLO, maka premi yang harus dibayar adalah 1,5% x 205.300.000 = 3.079.500.
Dengan catatan, dengan membayar premi yang disebutkan di atas, klien sekaligus mendapatkan perlindungan Rumah Minimalis perluasan yang disebutkan di atas. Dengan kata lain, tak ada premi tambahan yang mesti dibayar. Menarik, bukan?
Selain itu, Simas Mobil punya keunggulan lain, yaitu:
- Punya 89 cabang Simas Mobil di seluruh Indonesia, sehingga memudahkan klien untuk mengajukan klaim.
- Memiliki 250 bengkel yang bekerja sama
- Layanan hotline 24/7
- Layanan mobil Derek
- Ambulan (500.000)
- Biaya transportasi (200.000 perhari)
- Simas card yang berlaku untuk 7000 merchant di seluruh Indonesia.
Itu belum seberapa, ada juga produk Simas Mobil Bonus yang menawarkan pengembalian premi jika tidak terjadi klaim (50% jika selama tiga tahun tidak terjadi klaim, 75% jika selama 5 tahun tidak terjadi klaim, dan 100% jika selama 8 tahun tidak terjadi klaim).
Hal ini merupakan keunggulan lain Simas Mobil. Perusahaan ini ingin menunjukkan pada klien dan semua masyarakat bahwa membeli asuransi sama sekali tidak merugikan. Seperti menabung, mereka bisa mengambil uang mereka kembali, bahkan dalam jumlah yang penuh.
OJK: UU Asuransi Baru, Demi Kepercayaan Masyarakat
OJK: UU Asuransi Baru, Demi Kepercayaan Masyarakat
JAKARTA KOMPAS – Menyusul diterbitkannya Undang-undang nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengadakan sosialisasi kepada sejumlah asosiasi perusahaan asuransi di Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani, mengatakan, UU ini akan memberikan kekuatan hukum baru bagi industri asuransi.
“Undang-undang ini memberikan kekuatan hukum bagi industri kita. Kemudian UU ini akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi, lalu menumbuhkan investasi dan meningkatkan pemahaman bagi perusahaan asuransi,” jelas Firdaus di Kementerian Keuangan, Jakarta (19/1/2015).
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani, mengatakan, UU ini akan memberikan kekuatan hukum baru bagi industri asuransi.
“Undang-undang ini memberikan kekuatan hukum bagi industri kita. Kemudian UU ini akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi, lalu menumbuhkan investasi dan meningkatkan pemahaman bagi perusahaan asuransi,” jelas Firdaus di Kementerian Keuangan, Jakarta (19/1/2015).
Firdaus menambahkan, peraturan yang baru ini akan meminimalisir banyak hal ke depan, salah satunya adalah program penjaminan agar bisa lebih bersaing. Lalu meningkatkan kepercayaan masyrakat sebagai pemegang polis akan meningkat.
Sebelumnya, industri asuransi berada di bawah payung hukum UU No. 2 Tahun 1992. Kemudian pada 17 Oktober 2014, UU Perasuransian diperbaharui dengan sejumlah tambahan. Dari semula hanya ada 28 pasal menjadi 92
pasal. Tambahan tersebut salah satunya mengenai ketentuan asuransi syariah. Ketentuan ini mengatur bahwa asuransi syariah dan reasuransi syariah harus diselenggarakan oleh entitas tersendiri
Sebelumnya, industri asuransi berada di bawah payung hukum UU No. 2 Tahun 1992. Kemudian pada 17 Oktober 2014, UU Perasuransian diperbaharui dengan sejumlah tambahan. Dari semula hanya ada 28 pasal menjadi 92
pasal. Tambahan tersebut salah satunya mengenai ketentuan asuransi syariah. Ketentuan ini mengatur bahwa asuransi syariah dan reasuransi syariah harus diselenggarakan oleh entitas tersendiri
OJK Kebut Persiapan Industri Asuransi Jelang MEA
OJK Kebut Persiapan Industri Asuransi Jelang MEA
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mempersiapkan lapangan bermain yang fair untuk industri asuransi dalam negeri menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun depan. Berbagai aturan terus dikebut untuk dapat digunakan secepatnya.Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank II OJK Dumoly F Pardede mengatakan pihaknya terus mempersiapkan pasar asuransi yang adil menjelang pasar bebas ASEAN. Dia mengaku akan fokus mempersiapkan pengawasan risiko atau risk rating dari perusahaan asuransi. Sehingga nantinya pihaknya dapat menjaga keamanan nasabah dengan mengacu pada kesehatan keuangan, permodalan, operasional, pelayanan, dan SDM.
"Kami terus mempersiapkan aturan pengawasan risiko kesehatan keuangan setiap perusahaan yang akan masuk. Selain itu juga kami akan mengawasi tata kelola atau good governance supaya selalu sehat," ujar Dumoly saat dihubungi di Jakarta, Senin (25/8/2014).
Pihaknya terus berpacu dengan waktu untuk menciptakan harmonisasi regulasi. Selain itu peraturan utama lainnya yang sedang dirancang pihaknya untuk mengatur standarisasi pengawasan terintegrasi. Pengawasan terintegrasi akan sangat dibutuhkan sesuai dengan posisi OJK yang pengawas sentral.
Sebagai pengawas sentral OJK harus mempunyai mekanisme pengawasan yang tepat."Pengawasan ini juga akan mencakup mengenai pelayanan konsumen dan transparansi produk. Selain produk juga akan diawasi kompetensi SDM yang tepat," ujarnya.
Pengawasan juga akan dilakukan untuk penguatan modal yang sedang dikembangan. OJK akan menerapkan pengawasan yang lebih condong ke arah supervisory action.
"Konteksnya nanti risk-based supervision yang terintegrasi. Kalau resiko atau exposurenya makin besar dan kewajiban makin membesar tentu ada rekomendasi ke asuransi untuk penguatan modalnya," ujarnya.
Hal lainnya yang sangat ditunggu ialah keberadaan Lembaga Penjamin Polis. Dia menjelaskan perkembangan penjaminan pemegang polis akan segera diterapkan setelah prosee Amandemen UU Asuransi rampung. Proses amandemen ini disebutnya masih belum tuntas dibahas di DPR dan pemerintah.
Lembaga yang berperan seperti Lembaga Penjamin Simpanan pada industri perbankan tersebut diyakini akan meningkatkan kepercayaan pemegang polis terhadap kewajiban perusahaan asuransi. "Begitu UU Asuransi selesai akan kita terapkan regulasinya," ujarnya.
Keberadaan Lembaga Penjamin Polis (LPP) juga didukung oleh pelaku industri asuransi. Ketua AAJI yang juga sekaligus Ketua Dewan Asuransi Indonesia Hendrisman Rahim, mengatakan, pelaku usaha sangat mendukung pembentukan LPP.
“Tidak penting apakah LPP ini nantinya berdiri sebagai lembaga sendiri atau masuk bersama LPS, biar regulator saja yang mengatur. Yang penting, LPP itu ada. Ini akan membuat masyarakat lebih percaya terhadap asuransi,” ujar Hendrisman beberapa waktu lalu.
Dia mengaku OJK sudah melibatkan AAJI dan pihak terkait berdiskusi. Namun, saat ini, pembahasan belum sampai kepada besaran Uang Pertanggungan (UP) atau produknya.
“Melainkan, bagaimana LPP itu menjamin kewajiban perusahaan asuransi ketika mereka mempunyai kewajiban kepada pemegang polis,” terang dia.
Pelaku usaha sendiri berharap, regulator akan mempercepat pembentukan LPP, mengingat industri asuransi semakin berkembang. Ini mengingat, negara-negara kawasan yang sudah memiliki LPP, seperti Malaysia dan Singapura.
Tuesday, November 27, 2018
Cukupkah mengandalkan perlindungan BPJS?
Cukupkah mengandalkan perlindungan BPJS?
JAKARTA - Sejak 1 Januari 2014, pemerintah telah memberlakukan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berdasarkan Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Di situ, ada lima hal yang harus dijamin negara, salah satunya kesehatan. Nah, lembaga yang ditunjuk untuk mengelola jalannya jaminan kesehatan (jamkes) ini adalah PT Askes (Persero), yang berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Dengan adanya satu sistem penjaminan kesehatan ini, sistem jaminan dilebur menjadi satu. Antara lain, jaminan kesehatan bagi aparatur sipil negara, pensiunan pegawai negeri sipil, TNI dan Polri, hingga pegawai swasta yang sebelumnya menggunakan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kesehatan (Jamsostek). Dus, jumlah peserta yang harus dijamin BPJS Kesehatan juga makin besar. "Sekarang sudah 123 juta jiwa," kata Purnawarman Basundoro, Direktur Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan . Jumlah peserta BPJS saat ini merupakan gabungan dari peserta PT Askes, Jamsostek, hingga Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat).
Purnawarman menambahkan, BPJS Kesehatan menargetkan setidaknya pada 2019 mendatang, jumlah peserta jamkes BPJS Kesehatan sudah mencakup seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun ini, Anda yang berprofesi sebagai pegawai negeri, TNI, Polri, pensiunan pegawai negeri atau pegawai swasta yang memiliki kartu jamkes Jamsostek umumnya telah otomatis menjadi peserta BPJS.
Lalu, apa yang berubah dari Teknologi Komputer ? Seperti disebutkan sebelumnya, jumlah peserta jelas bertambah. Bila semula Anda menggunakan skema jamkes dari PT Askes bersama 16,5 juta peserta lainnya, kini Anda memiliki skema yang sama dengan ratusan juta orang lain yang menjadi peserta BPJS. Satu hal lagi, kepesertaan BPJS ini bersifat wajib. Itu berarti, sebagai warga negara, mau tak mau Anda akan masuk dalam skema jamkes yang diselenggarakan BPJS. Padahal, pemerintah juga membebankan iuran premi pada peserta kesehatan atau pemberi kerja peserta kesehatan. Pengaturan besaran premi ini dapat Anda cek langsung pada Perpres nomor 111/ 2013 tentang Perubahan Atas Perpres nomor 12 tahun 2003 tentang Jaminan Kesehatan.
Secara umum, kata Purnawarman, manfaat atau benefit pertanggungan yang diterima peserta tidak berubah. "Manfaat sama dengan Askes dulu yang ada promotif, preventif, kuratif, dan reaktif," jelasnya. Artinya, segala jenis kondisi dan jenis penyakit masuk dalam cakupan BPJS tanpa mempertimbangkan usia dan kondisi peserta.
Bedanya, BPJS Kesehatan ini memberlakukan sistem kapitasi, yaitu BPJS Kesehatan akan membayar sejumlah dana sesuai jumlah orang yang terdaftar di sebuah fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat pertama, yaitu puskesmas, klinik yang ditunjuk, serta dokter keluarga. Berarti, Anda sebagai peserta BPJS Kesehatan tidak memiliki kebebasan berpindah-pindah lokasi berobat.
Selain itu, Anda juga harus mendapatkan layanan dari Faskes tingkat pertama lebih dulu. Jika diperlukan penanganan lebih lanjut, Anda bisa meminta rujukan dari Faskes tersebut ke rumahsakit.
Risza Bambang, perencana keuangan sekaligus Chairman One Shildt Financial Planning menilai, skema jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan ini bersifat managed care. "Berbeda dengan asuransi yang menanggung sesuai premi yang dibayarkan,"ujar Risza. Artinya, meskipun BPJS Kesehatan menanggung berbagai kondisi penyakit pasien, tanggungan itu terbatas.
Purnawarman sendiri bilang bahwa perhitungan pertanggungan atas tiap kondisi ini berdasarkan hitungan rata-rata dari sekian kasus yang sama. "Misalnya, untuk berobat sakit A perlu biaya Rp 5 juta. Ya, rumahsakit juga harus bisa mengelola dana itu untuk sakit A tanpa membebankan pada pasien," jelas Purnawarman.
Patut diketahui, iuran premi BPJS ini juga dibagi menjadi tiga kelas layanan rawat inap, yakni kelas I, kelas II, dan kelas III. Untuk pegawai negeri, kelas layanan ini mengikuti golongan pangkat. Namun, bagi pekerja non-upah alias para wirausaha, mereka bisa memilih layanan dengan besaran premi yang berbeda. Untuk mendapatkan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III, preminya sebesar Rp 25.500 per bulan. Lalu, untuk kelas II sebesar Rp 42.500, dan Rp 59.500 per bulan untuk kelas I.
Namun, Anda tetap memerlukan rujukan Faskes tingkat pertama lebih dulu sebelumnya. Jadi, bagi mantan pemegang kartu Askes, misalnya, yang semula bisa menyambangi langsung rumahsakit, kini akan merasa repot karena harus mendapatkan layanan kesehatan di puskesmas lebih dulu.
Kesembuhan, bukan kenyamanan
Risza bilang, pada dasarnya BPJS ini memiliki tujuan yang baik karena memberikan perlindungan atau proteksi yang menyeluruh terhadap semua warga negara Indonesia dari risiko kehidupan, yakni penyakit dan kematian. Tapi, pemerintah baru memberikan layanan dasar alias normatif.
Risza bilang, pada dasarnya BPJS ini memiliki tujuan yang baik karena memberikan perlindungan atau proteksi yang menyeluruh terhadap semua warga negara Indonesia dari risiko kehidupan, yakni penyakit dan kematian. Tapi, pemerintah baru memberikan layanan dasar alias normatif.
Karena itu, ada syarat kepesertaan wajib serta penggolongan layanan. "Kalau perlindungan yang diberikan melebihi batas normatif, menurut saya, itu sudah tidak sesuai esensi sebagai jaminan sosial atau social security," ujar Risza.
Manfaat BPJS Kesehatan ini sebetulnya lebih diperlukan oleh masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. "Ini, kan, yang jadi fokus adalah sembuhnya, jadi mungkin dari segi kenyamanannya kurang,' kata perencana keuangan Diana Sanjaya.
Karena itu, Diana menyarankan, bila Anda memiliki dana lebih, sebaiknya Anda mengambil asuransi kesehatan. "Sebaiknya memilih asuransi dengan premi yang sesuai kemampuan," ujar dia.
Nah. pilihan akhir ada di tangan Anda. Jika Anda merasa cukup memperoleh perlindungan kesehatan normatif, barangkali, menjadi peserta BPJS saja sudah cukup. Namun, jika menginginkan kesehatan dan sekaligus kenyamanan, Anda mesti rela merogoh kocek lebih dalam untuk membeli asuransi kesehatan di luar BPJS.
Monday, November 26, 2018
Hadapi MEA, OJK mulai dari asuransi transportasi
Hadapi MEA, OJK mulai dari asuransi transportasi
Polis Asuransi - Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan segera diimplementasikan. Ini juga akan berlaku pada perusahaan asuransi. Komisioner OJK RI, Firdaus Djaelani mengakui, tidak mudah mewujudkan MEA, khususnya bagi industri asuransi lokal.Seperti diketahui, pemerintah akan menjalankan MEA pada tahun depan. Sedangkan untuk perbankan pada tahun 2020. Tapi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bilang tidak akan membuka pasar secara luas untuk semua segmen. Menurut Firdaus, komitmen awal baru akan dimulai pada pesawat terbang dan transportasi lintas negara.
"Kenapa kami memulai dari pesawat dan kapal, karena keduanya lintas negara, jadi objek berpindah," kata Firdaus, Jumat (17/10).
Meski begitu, ia tetap berkomitmen bahwa suatu hari MEA harus dimulai dan Indonesia harus membuka diri untuk bekerjasama untuk mendukung dan memperkuat pasar.
Hadapi MEA, OJK mulai dari asuransi transportasi
Bahkan menurut Firdaus, OJK telah mengadakan pembicaraan dengan Singapura untuk memperkuat pasar. Kerjasama tersebut bisa dimulai dari sisi permodalan, layanan, menciptakan produk dan lainnya. Sebab aturan di Indonesia memiliki acuan bahwa objek asuransi harus dilindungi oleh perusahaan yang memiliki izin dari OJK.Aturan seperti ini juga dilakukan di negara lain. Jadi kalau suatu hari asuransi ingin ekspansi ke luar bisa saling dimudahkan. Pasalnya, Indonesia masih menjadi pasar paling besar.
Sumber : Kontan.co.id
Jika Anda Memerlukan Asuransi
No: 0838 9312 8913
Monday, November 19, 2018
Sengketa Klaim Asuransi Jiwa: Haruskah Tertanggung Mengetahui Dirinya Sedang Menderita Suatu Penyakit?
Sengketa Klaim Asuransi Jiwa: Haruskah Tertanggung Mengetahui Dirinya Sedang Menderita Suatu Penyakit?
Data dan Fakta
Asuransi - Seorang karyawan Kementerian Perdagangan di Denpasar, membeli sebuah polis unit-link yang kedua tanggal 23 Desember 2008 (polis asuransi efektif mulai 01 Desember 2008 s/d 30 Novenber 2042 atau 34 tahun) atas nama dirinya. sedangkan polis pertamanya di jual (surrender) tanggal 4 Maret 2009 untuk tambahan biaya tour bersama anak-anak dan suaminya ke luar negeri tanggal 23 Maret 2009.
Premi tahunan sebesar Rp20.000.000,- , dibayar setiap tahun selama 5 tahun. Adapun polisnya adalah non-medical dan semua proses pengajuan polis baru telah dipenuhi sesuai prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan asuransi.
Tanggal 29 Maret 2009, setelah pulang dari tournya ke luar negeri, Tertanggung menderita sakit batuk-batuk, lalu ia melakukan konsultasi dan pengobatan ke Dokter Spesialis Penyakit Paru pada tanggal-tanggal 11 April 2009; 13 April 2009; 14 April 2009 dan 20 April 2009. Pada pemeriksaan tanggal 20 April 2009 ini Tertanggung mengetahui dirinya menderita penyakit kanker, berdasarkan hasil pemeriksaan dan diagnosa dokter. Pengobatan dilanjutkan 21 April 2009; 24 April 2009; 28 April 2009 dan terakhir tanggal 1 Mei 2009.
Tanggal 5 Mei 2009 sampai 15 Mei 2009 Tertanggung berobat di RS St. Carolus Jakarta, ditangani oleh Dokter Spesialis Penyakit Kanker dengan diagnosis : 1. Pneumonia 2. Adenoca Paru kiri dengan efusi pleura kiri, 3. Tidak didapatkan TB pada pasien ini.
Tanggal 25 Mei 2009 Tertanggung berobat di RS Gleneagles Medical Centre di Singapura dengan tujuan meminta second opinion.
Setelah kembali dari pengobatan di Singapura, Tertanggung sempat beristirahat di rumahnya. Pada tanggal 2 Juni 2009 pernapasannya agak terganggu dan kondisi badannya melemah. Ia segera diantar keluarganya ke RS Bali Medistra, Denpasar. Selama dirawat di RS ini kondisi kesehatannya menurun dan akhirnya pada tanggal 6 Juni 2009 jam 01.00 pagi Tertanggung meninggal dunia.
Dokter terakhir yang Mengenal Peripheral Komputer Tertanggung memberikan diagnosis pada surat keterangan dokter sebagai kelengkapan pengajuan klaim kematian tertanggal 16 Juni 2009, pada item 2 menyebutkan: “……keluhan sakitnya 6 (enam) bulan sebelumnya.”
Atas dasar keterangan dokter terakhir yang merawat Tertanggung tersebut, pihak perusahaan asuransi menolak membayar klaim dengan alasan:
Tertanggung diasumsikan telah mengetahui dirinya menderita penyakit kanker paru-paru berdasarkan Surat Keterangan Dokter RS Bali Medistra yang menyatakan bahwa tertanggung sejak 6 bulan sebelumnya menderita Ca Paru Stadium-IV (Kanker paru-paru stadium-IV). Artinya jika dihitung mundur dari waktu Tertanggung meninggal tanggal 6 Juni 2009 hingga saat Tertanggung membeli polis asuransi tanggal 23 Desember 2008, ia pasti sudah mengetahui dirinya menderita penyakit tersebut.
Tertanggung dinyatakan telah melanggar prinsip iktikad baik, karena tidak memberikan keterangan yang sebenarnya pada saat pengisian aplikasi (SPAJ) pada Bagian pertanyaan IX No.9.
Hasil Mediasi
Pemohon mengajukan sengketanya ke BMAI tanggal 19 Oktober 2009. Proses mediasi berjalan dengan baik, akan tetapi tidak ada kata sepakat, karena masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya. Pada tanggal 8 Februari 2010 perusahaan asuransi tetap pada keputusannya untuk menolak membayar klaim Termohon.
Pertimbangan Majelis Ajudikasi
Dengan tidak adanya kata sepakat, maka sengketa ini dilanjutkan oleh Pemohon ke jenjang ajudikasi tanggal 16 Februari 2010. Majelis Ajudikasi memeriksa dan memutuskan, Termohon harus membayar klaim dengan pertimbangan sebagai berikut:
Dokter terakhir yang menangani Tertanggung yaitu Dokter RS Bali Medistra pada tanggal 12 Oktober 2009 telah membuat koreksi atas surat keterangan awalnya menjadi : “Berdasarkan penelusuran catatan medik yang bersangkutan di tempat kami dan catatan medik dokter yang memeriksa sebelumnya, fotocopy data terlampir, bahwa keluhan sakitnya (batuk berdahak) dirasakan kurang lebih 2 (dua) bulan sebelumnya.”
Tertanggung tidak mengetahui dirinya menderita penyakit kanker pada saat membeli polis asuransi yang kedua tanggal 23 Desember 2008. Ia baru menyadari dirinya menderita penyakit kanker paru-paru setelah pulang dari tournya keluar negeri yaitu saat pemeriksaan yang keempat oleh Dokter RS St. Carolus tanggal 20 April 2009.
Termohon tidak dapat membuktikan bahwa Tertanggung telah menyadari dirinya menderita penyakit sebelum atau pada saat membeli polis asuransi kedua, tetapi hanya berdasarkan asumsi atas keterangan yang diberikan oleh dokter yang merawatnya. Oleh karenanya Tertanggung tidak dapat dianggap melanggar prinsip-prinsip iktikad baik (utmost good faith).
Jika Tertanggung sungguh beriktikad tidak baik, maka Tertanggung tidak mungkin menjual polis pertamanya tanggal 4 Maret 2009 atau 3 bulan sebelum Tertanggung meninggal dunia.
Analisis
Seorang dokter dapat saja membuat suatu kekeliruan. Terbukti ia telah meralat keterangan yang diberikannya terdahulu. Seorang calon Tertanggung boleh saja tidak menyadari bahwa ia tengah menderita sesuatu penyakit pada saat ia membeli asuransi, karena ia jarang ke dokter atau karena keawamannya atau mungkin ia tidak pandai membaca gejala adanya suatu penyakit. Ia pun dapat saja berbohong. Namun logika mengatakan, jika ia sungguh mengetahui dirinya menderita sesuatu penyakit ia tidak akan menjual polis pertamanya.
Pembelajaran
Hendaknya Penanggung lebih cermat dalam melakukan investigasi klaim, sehingga setiap keputusan penolakan klaim tidak mudah dibantah. Oleh karena dokter pun dapat membuat kekeliruan, sebaiknya dilakukan klarifikasi dengan dokter pembuat keterangan medik. Meminta pendapat dokter ahli lain tentu akan membantu.
Menjual polis asuransi tanpa pemeriksaan dokter (non-medical) senantiasa mempunyai risiko dan konsekuensi. Hal ini dimaklumi benar oleh Penanggung ketika produk tersebut diciptakan. Penjual dan underwriter perlu lebih peka pada saat menerima permohonan produk ini.
Friday, January 8, 2016
Perusahaan Asuransi akan lebih mudah mengeluarkan produknya
JAKARTA, kabarbisnis.com: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan, ke depannya perusahaan asuransi akan lebih mudah mengeluarkan produknya. Asalkan, perusahaan asuransi melakukan standarisasi produk yang telah ditetapkan OJK. {Baca : UU No.2 Thn 1992}
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Dumoly F. Pardede menjamin, dengan adanya POJK Nomor 23 Tentang Produk Asuransi dan Pemasaran yang dirilis Januari ini, persetujuan pengeluaran produk asuransi akan lebih mudah.
"Kami tidak perlu mengeluarkan persetujuan untuk produk asuransi yang standard. Cukup melaporkan saja dalam rencana bisnis setahun dan mereka langsung bisa jualan. Namun, kalau produk asuransinya ada unsur tambahan atau raider, tetap harus melalui persetujuan OJK. Yang penting, produknya telah sesuai standard POJK yang baru," terang Dumoly, Kamis (7/1/2016). {Baca : Asuransi Kebakaran}
Namun, lanjut Dumoly, perusahaan yang bisa menelurkan produk asuransi baru harus memenuhi ketentuan tingkat kesehatan keuangan dan tidak sedang terkena sanksi administratif.
Khusus perusahaan yang memasarkan produk asuransi kredit atau suretyship, harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang persyaratan usaha asuransi kredit atau suretyship.
Sebelumnya, Firdaus Djealani, Anggota Komisioner OJK menjelaskan, mekanismenya perusahaan asuransi yang ingin meluncurkan produk asuransi hanya perlu melaporkannya lewat jalur online. Setelah produk tersebut dijual ke pasar, perusahaan asuransi wajib lapor.{Baca Asuransi Kendaraan Bermotor}
Firdaus mengarisbawahi, jenis produk asuransi yang bisa ditawarkan tanpa izin terlebih dahulu hanya sejumlah produk seperti: asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi kredit dan asuransi mikro.
Alasan OJK untuk membebaskan perolehan izin produk asuransi untuk meningkatkan penetrasi pasar bisnis tersebut. "Ini bisa mendongkrak perolehan premi baru. Namun, khusus produk yang berisiko dan kompleks tetap harus izin dari OJK," tegas Firdaus. kbc10
Jika Anda Memerlukan Asuransi

No: 0838 9312 8913
Dua broker asuransi asing siap masuk Indonesia
JAKARTA, kabarbisnis.com: Upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meningkatkan retensi sendiri asuransi dan kewajiban dukungan reasuransi lokal langsung ditangkap reasuransi dan broker asing. Kabar terbaru, dua pialang reasuransi asing siap melebarkan sayap bisnis ke Indonesia.
Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Yasril Y Rasyid mengatakan, dua perusahaan tersebut akan membuat perusahaan joint venture di Indonesia. Langkah tersebut untuk menyiasati bisnis perantara ke reasuransi asing yang bisa tergerus akibat kewajiban bagi perusahaan asuransi di Indonesia memakai reasuransi lokal.{Baca : Metode Reasuransi}
Dus, para pialang asing itu pun mulai melihat potensi menjadi broker untuk reasuransi lokal. "Tapi, mereka harus berbadan hukum Indonesia," kata Yasril, Senin (21/9/2015).{Baca : Reasuransi & Koasuransi}
Sayang Yasril enggan menyebut nama pialang reasuransi asing yang hendak masuk ke Indonesia itu. Tapi sembari menunggu izin, broker asing tersebut akan bekerjasama dengan broker lokal.
Sementara di bisnis reasuransi, sejumlah investor asing juga berniat membuka perusahaan reasuransi baru atau menjadi pemegang saham dari perusahaan yang sudah ada.
Namun, menurut Yasril, langkah tersebut terhalang karena reasuransi asing ingin menjadi pemegang saham mayoritas. Sedangkan, investor lokal tak ingin banyak melepas saham.
Tapi sejatinya, saat ini dukungan reasuransi asing berkapasitas besar masih dibutuhkan. Sebab beleid OJK yang menaikkan retensi asuransi bisa menyulitkan perusahaan asuransi dengan nilai pertanggungan besar.
Menurut Direktur Eksekutif AAUI, Julian Noor, kenaikan retensi memang bisa ditolerir perusahaan asuransi dengan nilai pertanggungan kecil. Tapi tidak bagi perusahaan dengan pertanggungan besar.
OJK ingin mengerek retensi sendiri asuransi hingga 2% dari modal perusahaan asuransi. Rencana tersebut akan dilakukan bertahap. Tahap awal, OJK mengerek retensi sendiri menjadi 1,5% dari 1% saat ini. Aturan ini akan dirilis Oktober nanti dan diterapkan awal 2016.
Selain retensi sendiri, OJK juga menaikkan kapasitas perusahaan asuransi memakai reasuransi lokal.
Jika Anda Memerlukan Asuransi

No: 0838 9312 8913
Friday, February 6, 2015
Geber asuransi mikro, OJK gandeng Kemenkop
JAKARTA. Niat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memasarkan produk asuransi mikro secara masif bukan isapan jempol. Usai merilis enam produk asuransi mikro bersama tahun lalu, OJK menyusun rencana kerja yang salah satunya merangkul Kementerian Koperasi, dan Usaha Kecil dan Menengah dalam mendistribusikan produk asuransi mikro. {Baca : Asuransi Kebakaran}
Dalam rencana kerja asuransi mikro tahun ini, OJK menyebut, pihaknya menjalin kerja sama dengan koperasi-koperasi di bawah Kemenkop UKM mengembangkan produk asuransi mikro bagi koperasi dan anggotanya. Data Kemenkop merinci, ada sekitar 206.288 koperasi di Indonesia.
"Ini artinya peluang besar untuk mengenalkan produk asuransi mikro kepada masyarakat lewat koperasi, termasuk juga Bank Perkreditan Rakyat, UMKM, komunitas-komunitas masyarakat. Kami akan geber produk asuransi mikro di 2015," terang Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, kemarin. {Baca : Asuransi Hole In One}
Rencana kerja lainnya, yakni gencar melakukan edukasi dan penjualan produk standar asuransi mikro oleh perusahaan asuransi. Diikuti dengan pengawasan seta evaluasi mengenai pelaksanaan edukasi, perlindungan bagi konsumen, kinerja produk dan dukungan regulasi.{Baca : Asuransi Engineering}
Proyek percontohan (pilot project) edukasi asuransi mikro ini sendiri akan dilakukan di 16 provinsi di Indonesia, yakni Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Maluku, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Aceh, Bengkulu, Bali, NTT dan NTB.
Tidak hanya itu, rencana kerja ketiga OJK adalah melakukan seminar atau workshop sebagai upaya literasi keuangan, serta pameran produk-produk asuransi mikro. "Kami mau semua pelaku usaha perasuransian berperan serta dalam memasarkan asuransi mikro," imbuh dia.{Baca : Asuransi Kendaraan Bermotor}
Berdasarkan data OJK, sampai akhir tahun lalu, baru sekitar 53 perusahaan asuransi, baik jiwa maupun umum yang memasarkan produk asuransi mikro. Padahal, pelaku industri asuransi jumlahnya lebih Dari 130 perusahaan. Tak heran, jumlah pesertanya baru sebanyak 6.169.404 orang.{Baca : Asuransi Kecelakaan}
OJK berharap, jumlah pelaku terus bertambah seiring dengan hadirnya standar produk asuransi mikro bersama, yakni Asuransi Mikro Syariah Si Bijak, Asuransi Mikro Si Peci, Asuransi Mikro Warisanku, Asuransi Mikro Rumahku, Asuransi Mikro Stop Usaha - Gempa Bumi dan Asuransi Mikro Stop Usaha - Erupsi. {Baca : Asuransi Kesehatan}
Keenam produk itu di luar dari produk-produk asuransi mikro racikan masing-masing inisiasi dari perusahaan-perusahaan asuransi. Adapun, jumlah premi asuransi mikro sampai akhir Desember 2014 lalu sebesar Rp 106,45 miliar, dengan klaim bruto sebesar Rp 71,76 miliar.
"Kalau perolehan preminya masih kecil karena memang kan premi maksimum Rp 50.000 untuk asuransi mikro. Wajar. Jadi, jangan harap untung dulu. Yang pasti, masyarakat harus mengenal produk asuransi, ini sebagai pintu untuk mengenal produk asuransi lainnya," tutur Firdaus.
Sumber : kontan.co.id
Jika Anda Memerlukan Asuransi

No: 0838 9312 8913
Monday, August 25, 2014
Risiko berbeda, premi tiap daerah seharusnya berbeda juga
Memulai sesuatu tentu penuh risiko. Inilah yang dialami PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) selaku pelaksana uji coba asuransi pertanian. Pada uji coba 2012-2013 lalu, Jasindo mengaku tekor.
Dalam uji coba pertama, Jasindo mengkover 600 hektare (ha) lahan dengan biaya premi Rp 100 juta. Ternyata, Jasindo harus membayar klaim hingga Rp 500 juta. "Karena hampir semua lahan yang diasuransikan terkena banjir," kata Kepala Divisi Teknik Ritel Asuransi Jasindo D. Angga Mulia.
Bagi Jasindo, percobaan pertama dianggap gagal. Hasil evaluasi kegagalan karena Jasindo tidak ikut banyak ambil bagian memilih lahan yang diasuransikan.
Tak ingin terperosok di lubang yang sama, Jasindo semakin aktif di percobaan kedua yang berlangsung pada masa tanaman Oktober 2013-Maret 2014.
Kali ini, perusahaan asuransi yang berdiri sejak 1845 menggeser lokasi ke Kabupaten Jombang dan Nganjuk, Jawa Timur, sedangkan di Oku tetap berlangsung. "Kami memilih lahan-lahan yang tidak rawan banjir," kata Angga. (Baca Juga : Prinsip-Prinsip Asuransi )
Hasilnya, mereka menjamin 3.000 ha lahan dan mengumpulkan premi Rp 400 juta. Nilai klaim yang dibayar sekitar Rp 300 juta. Banjir masih menjadi penyebab klaim, tapi itu hanya di Oku, sedang di Jawa Timur karena serangan tikus.
Meskid emikian, percobaan yang kedua sudah bisa dikatakan sukses. Disebut sukses karena, asuransi sudah memberikan jaminan petani, sedangkan perusahaan asuransi juga tetap mendapat keuntungan. Ini sudah sesuai dengan Menteri Keuangan tentang kesehatan perusahaan asuransi dan reasuransi, yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi tidak boleh rugi. Beban klaim harus lebih kecil daripada pendapatan premi. Jika tidak, ada sanksinya. (Baca Juga : Risks Based Capital )
Berkaca dari percobaan kedua, sekarang berlangsung pilot project III untuk masa tanam April-September 2014. "Untuk sementara, laporan yang masuk hanya dari Jombang dan Nganjuk, dengan jumlah lahan sekitar 500 ha," kata Angga.
Di percobaan ketiga, pemerintah menargetkan luas lahan yang lebih besar demi mendapatkan gambaran lebih rinci tentang pelaksanaan asuransi usaha tani. Mengingat, 2015 asuransi usaha tani akan berlangsung nasional.
Oleh karena itu, pemerintah pun menambah wilayah percontohan. Rencananya, pemerintah ingin memasukkan Kabupaten Cirebon, Jawa Barat ke dalam proyek percontohan ini. "Tapi belum jelas, jadi atau tidak, karena belum ada laporannya," ucap Angga.
Meski pilot project III masih berlangsung, Jasindo sudah mendapatkan gambaran untuk pelaksanaan 2015. Dari uji coba I dan II, Jasindo memandang, asuransi usaha tani butuh sejumlah perbaikan.
Pertama, dalam hal premi asuransi. Selama ini, di pilot project memberlakukan premi yang sama, yakni 3% dari biaya produksi. Jika nanti berlaku secara nasional, artinya semua daerah akan dijamin dengan asuransi. Padahal, setiap daerah memiliki risiko yang berbeda-beda. Oleh karena itu, besaran premi harus dibedakan antar wilayah, misalnya per provinsi.
"Provinsi yang bagus, seperti Bali, risiko gagal panennya kecil, karena punya sistem pengairan yang bagus. Mereka cukup membayar premi 1%," terang Angga. Sedangkan daerah yang rawan banjir, harus membayar premi lebih besar, misalnya 10%.
Kedua, terkait perusahaan asuransi yang terlibat. Dengan besarnya luas lahan yang akan dijamin, butuh konsorsium asuransi untuk melindunginya. Jika hanya Jasindo sendiri, tidak akan mampu mengkovernya. Memang, sejak awal sudah ada rencana pembentukan konsorsium asuransi. "Tapi sampai sekarang belum ada kepastian," terang Angga.
Jasindo sendiri, pasti akan terlibat di asuransi usaha tani mulai tahun depan. Berkaca dari pelaksanaan uji coba yang kedua, asuransi usaha tani sudah menguntungkan bagi pesertanya maupun perusahaan asuransi yang menjaminnya. ( Baca Juga : Prinsip-Prinsip Asuransi)
Asal tahu saja, pemerintah akan menyediakan anggaran Rp 150 miliar untuk bantuan premi asuransi usaha tani. Bagi perusahaan asuransi, jumlah ini terbilang lumayan, mengingat penetrasi asuransi umum di Indonesia masih kecil.
Direktur Pembiayaan Ditjen Sarana dan Prasarana Kemtan Mulyadi Hendiawan mengakui bahwa pelaksanaan uji coba asuransi pertanian pada 2012 gagal karena semuanya berada di daerah endemik. “Semuanya melakukan klaim,” katanya.
Namun dalam pelaksanaan uji coba selanjutnya dinilai berhasil karena pelaksanaan asuransi lebih menyebar dan tidak hanya terkonsentrasi di daerah tertentu atau endemik.
Untuk pelaksanaan tahun 2015, Mulyadi bilang, selain Jasindo juga ada Asuransi Raya, Asuransi Tripatra, dan Asuransi Bumida yang akan menjamin pertanian padi seluas sejuta ha. Dia berharap pelaksanaan program asuransi pertanian ini akan tepat sasaran sehingga menaikkan produksi padi dan mensejahterakan petani.
Menurutnya, pelaksanaan asuransi secara penuh untuk 7 juta ha akan dilakukan secara bertahap. “Kami ingin semua tapi dananya terbatas,” katanya. Apalagi sosialisasi belum dilakukan secara luas, sehingga hanya pegawai asuransi di tingkat pusat saja yang mengetahui program ini.
Soal premi 3%, menurut Mulyadi, dengan skala luas maka harusnya tidak masalah.Hanya saja jika melihat per daerah, maka ada daerah-daerah seperti Indramayu yang kerap mengalami gagal panen, perusahaan asuransi meminta kenaikan premi.
Sumber : http://lipsus.kontan.co.id/v2/pertanian/read/200/Risiko-berbeda-premi-tiap-daerah-seharusnya-berbeda-juga
Thursday, August 14, 2014
Risk Based Capital - Tingkat Solvabilitas Perusahaan Asuransi
Dalam industri asuransi, pengetahuan tentang kondisi keuangan sebuah perusahaan asuransi menjadi sesuatu yang penting. Hal ini disebabkan karena, perusahaan asuransi yang menjual produk asuransinya yaitu berupa jaminan atas kerugian yang harus ditanggung karena terjadinya resiko-resiko bahaya yang dijamin dalam sebuah polis.{Baca : Polis Asuransi}
Kepercayaan atas sebuah perusahaan asuransi dari para nasabahnya, dilandasi oleh faktor kesehatan keuangan perusahaan asuransi tersebut secara khusus adalah untuk dapat memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh nasabahnya, dan secara umumnya, sebuah perusahaan asuransi dipercaya dapat memenuhi seluruh kewajibannya melalui bukti bahwa kondisi keuangan perusahaan asuransi tersebut cukup sehat dalam menjalankan usahanya dengan memiliki aset dan kekuatan modal melebihi dari total kewajiban yang dimilikinya. {Baca : UU No.2 Thn 1992}
Berangkat dari latar belakang tersebut, pemerintah melalui departemen keuangan, menetapkan peraturan perundang-undangan , yaitu Keputusan Menteri Keuangan No. 481/KMK/017/1999 tentang kesehatan perusahaan asuransi dan reasuransi tertanggal 7 oktober 1999.
Dalam undang-undang no. 2/1992 dinyatakan ahwa perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi mempunyai tugas dan fungsi untuk mewakili kepentingan nasabah dalam hal terjadinya transaksi kontrak asuransi. Implikasi dari tugas dan fungsi ini menjadikan perusahaan Pialang asuransi dan reasuransi memiliki tanggung jawab terhadap keamanan dana yang diberikan oleh klien serta mampu memenuhi janji oleh perusahaan penanggung maupun penanggung ulang.
A. DEFINISI RISK BASED CAPITAL
Risk Based Capital adalah salah satu metode pengukuran Batas Tingkat Solvabilitas yang disyaratkan dalam undang-undang dalam mengukur tingkat kesehatan keuangan sebuah perusahaan asuransi untuk memastikan pemenuhan kewajiban Asuransi dan Reasuransi dengan mengetahui besarnya kebutuhan modal perusahaan sesuai dengan tingkat resiko yang dihadapi perusahaan dalam mengelola kekayaan dan kewajibannya.
B. TUJUAN RISK BASED CAPITAL
Tujuan dari Risk Based Capital adalah untuk :
1. Mengetahui besarnya kebutuhan modal perusahaan sesuai dengan tingkat resiko yang dihadapi perusahaan dalam mengelola kekayaan dan kewajibannya.
2. Mengukur tingkat kesehatan keuangan.
3. Mengurangi biaya insolvency
4. Menentukan faktor resiko yang proporsional terhadap resiko insolvency.
5. Membantu regulator (pemerintah) dalam mengukur nilai aktual dari ekuiti.
6. Mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang.
C. METODE PERHITUNGAN RISK BASED CAPITAL
Metode perhitungan Risk Based Capital sebagaimana diatur dalam SK DJLK No. 5314/LK/1999 didasari pada 4 komponen yaitu :
1. Schedule A – Asset Default
Digunakan untuk menghitung besarnya dana/modal yang harus tersedia dalam rangka mengantisipasi terjadinya resiko penurunan nilai kekayaan dan atau kehilangan pendapatan yang berasal dari kekayaan tersebut.
Cara perhitungan :
Kekayaan yang diperkenankan (Admitted Asset ) X faktor yang diasumsikan
Semakin besar faktor yang dikenakan terhadap suatu jenis kekayaan maka semakin tinggi pula faktor resiko yang diasumsikan.
2. Schedule B – Currency Mismatch
Digunakan untuk menghitung besarnya dana/modal yang tersedia dalam rangka mengantisipasi terjadinya resiko fluktuas dalam setiap jenis mata uang yang dapat menyebabkan meningkatnya jumlah kewajiban yang harus ditanggung perusahaan.
Schedule ini dihitung hanya apabila perusahaan memiliki kekayaan (yang diperkenankan) dan atau kewajiban dalam mata uang asing selain kekayaan dan kewajiban dalam mata uang rupiah.
Cara perhitungan :
Jumlah kewajiban
—————————————————-
Jumlah Kekayaan yang diperkenankan
(Admitted Asset )
Catatan : Untuk setiap masing-masing mata uang.
Jika perusahaan memiliki jumlah kewajiban adalam suatu mata uang lebih besar dari kekayaan yang dimilikinya, maka untuk setiap selisih kewajiban atas kekayaan dikenakan faktor sebesar 0.5.
Kelebihan kekayaan dalam mata uang rupiah tidak diperhitungkan dalam penentuan besarnya dana yang harus ada.
Contoh :
- Admitted asset : Rp. 1,000
- Liability : Rp. 1,500
- Maka perhitungannya adalah sbb :
(1,500 – 1,000) x 0.5 = 250
Schedule C – Claim experience worse than expected
Digunakan untuk menghitung besarnya dana/modal yang harus tersedia dalam rangka mengantisipasi terjadinya resiko bahwa jumlah klaim yang telah diperkirakan ternyata lebih kecil dari pada jumlah klaim yang sesungguhnya terjadi.
Cara perhitungan schedule ini terbagi dalam 4 Bagian yaitu :
Asuransi Kecelakaan Diri
Nilai Pertanggungan Retensi Sendiri X faktor yang diasumsikan
Asuransi Kesehatan
Dalam asuransi kesehatan, tertanggung dimungkinkan untuk mengajukan klaim lebih dari satu kali selama satu periode kontrak selama sisa jumlah uang pertanggungannya masih ada.
Cara perhitungan :
Klaim-klaim baru
Diasumsikan untuk pertanggungan yang belum pernah diajukan klaimnya dicadangkan suatu dana yang besarnya didasarkan kepada jumlah pendapatan premi netto yang berasal dari pertanggungan tersebut.Klaim-klaim lanjutan
Diasumsikan bahwa untuk pertanggungan yang sudah pernah diajukan klaimnya dicadangkan suatu dana yang besarnya didasarkan pada jumlah cadangan yang berasal dari pertanggungan tersebut.
Klaim-klaim masa lalu
Pendapatan premi netto x faktor resiko yang ditetapkan + proyeksi claim
Klaim-klaim masa depan
Cadangan klaim x faktor resiko yang ditetapkan untuk masing-masing resiko.
Cara perhitungan terdiri dari 2 :
1. Cadangan klaim yang berasal dari klaim dalam proses yang dibentuk perusahaan untuk masing-masing cabang asuransi.
2. Cadangan klaim yang berasal dari IBNR (incured but not reported) yang dibentuk perusahaan untuk masing-masing cabang asuransi.
Schedule D – Reinsurance Risk.
Digunakan untuk menghitung dana/modal yang harus tersedia untuk mengantisipasi terjadinya resiko reasuransi menghadapi kesulitan keunagan sehingga tidak dapat membayar klaim yang menjadi kewajibannya.
Berdasarkan K DJLK dikenakan bia penalti untuk schedule ini hanya untuk penempatan reasuransi pada reasuradur luar negeri dengan peringkat dibawah BBB.
TAHAP PENYESUAIAN
- Triwulan pertama 2000, 5% dari batas tingkat solvabilitas minimum.
- Sejak akhir tahun 2000, 15% dari batas tingkat solvabilitas minimum.
- Sejak akhir tahun 2001, 40% dari batas tingkat solvabilitas minimum.
- Sejak akhir tahun 2003, 75% dari batas tingkat solvabilitas minimum.
- Sejak akhir tahun 2004, 120% dari batas tingkat solvabilitas minimum.
Sumber : https://sites.google.com/site/dianmakmurjayaabadi/student-of-the-month/riskbasedcapital-tingkatsolvabilitasperusahaanasuransi
Jika Anda Memerlukan Asuransi

No: 0838 9312 8913