Home, Mulai saat ini jadikan bolmasoft.com sebagai toko langganan Anda dalam mencari kebutuhan akan perlindungan asuransi yang tepat dan dapatkan pelayanan premium dari kami secara mudah, cepat dan hemat

Monday, November 19, 2018

Sengketa Klaim Asuransi Jiwa: Haruskah Tertanggung Mengetahui Dirinya Sedang Menderita Suatu Penyakit?

Sengketa Klaim Asuransi Jiwa: Haruskah Tertanggung Mengetahui Dirinya Sedang Menderita Suatu Penyakit?

Sengketa Klaim Asuransi Jiwa: Haruskah Tertanggung Mengetahui Dirinya Sedang Menderita Suatu Penyakit?

Data dan Fakta

Asuransi - Seorang karyawan Kementerian Perdagangan di Denpasar, membeli sebuah polis unit-link yang kedua tanggal 23 Desember 2008 (polis asuransi efektif mulai 01 Desember 2008 s/d 30 Novenber 2042 atau 34 tahun) atas nama dirinya. sedangkan polis pertamanya di jual (surrender) tanggal 4 Maret 2009 untuk tambahan biaya tour bersama anak-anak dan suaminya ke luar negeri tanggal 23 Maret 2009.

Premi tahunan sebesar Rp20.000.000,- , dibayar setiap tahun selama 5 tahun. Adapun polisnya adalah non-medical dan semua proses pengajuan polis baru telah dipenuhi sesuai prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan asuransi.

Tanggal 29 Maret 2009, setelah pulang dari tournya ke luar negeri, Tertanggung menderita sakit batuk-batuk, lalu ia melakukan konsultasi dan pengobatan ke Dokter Spesialis Penyakit Paru pada tanggal-tanggal 11 April 2009; 13 April 2009; 14 April 2009 dan 20 April 2009. Pada pemeriksaan tanggal 20 April 2009 ini Tertanggung mengetahui dirinya menderita penyakit kanker, berdasarkan hasil pemeriksaan dan diagnosa dokter. Pengobatan dilanjutkan 21 April 2009; 24 April 2009; 28 April 2009 dan terakhir tanggal 1 Mei 2009.

Tanggal 5 Mei 2009 sampai 15 Mei 2009 Tertanggung berobat di RS St. Carolus Jakarta, ditangani oleh Dokter Spesialis Penyakit Kanker dengan diagnosis : 1. Pneumonia 2. Adenoca Paru kiri dengan efusi pleura kiri, 3. Tidak didapatkan TB pada pasien ini.

Tanggal 25 Mei 2009 Tertanggung berobat di RS Gleneagles Medical Centre di Singapura dengan tujuan meminta second opinion. 
Setelah kembali dari pengobatan di Singapura, Tertanggung sempat beristirahat di rumahnya. Pada tanggal 2 Juni 2009 pernapasannya agak terganggu dan kondisi badannya melemah. Ia segera diantar keluarganya ke RS Bali Medistra, Denpasar. Selama dirawat di RS ini kondisi kesehatannya menurun dan akhirnya pada tanggal 6 Juni 2009 jam 01.00 pagi Tertanggung meninggal dunia.

Dokter terakhir yang Mengenal Peripheral Komputer Tertanggung memberikan diagnosis pada surat keterangan dokter sebagai kelengkapan pengajuan klaim kematian tertanggal 16 Juni 2009, pada item 2 menyebutkan: ……keluhan sakitnya 6 (enam) bulan sebelumnya.

Atas dasar keterangan dokter terakhir yang merawat Tertanggung tersebut, pihak perusahaan asuransi menolak membayar klaim dengan alasan:
  • Tertanggung diasumsikan telah mengetahui dirinya menderita penyakit kanker paru-paru berdasarkan Surat Keterangan Dokter RS Bali Medistra yang menyatakan bahwa tertanggung sejak 6 bulan sebelumnya menderita Ca Paru Stadium-IV (Kanker paru-paru stadium-IV). Artinya jika dihitung mundur dari waktu Tertanggung meninggal tanggal 6 Juni 2009 hingga saat Tertanggung membeli polis asuransi tanggal 23 Desember 2008, ia pasti sudah mengetahui dirinya menderita penyakit tersebut.
  • Tertanggung dinyatakan telah melanggar prinsip iktikad baik, karena tidak memberikan keterangan yang sebenarnya pada saat pengisian aplikasi (SPAJ) pada Bagian pertanyaan IX No.9.

Hasil Mediasi

Pemohon mengajukan sengketanya ke BMAI tanggal 19 Oktober 2009. Proses mediasi berjalan dengan baik, akan tetapi tidak ada kata sepakat, karena masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya. Pada tanggal 8 Februari 2010 perusahaan asuransi tetap pada keputusannya untuk menolak membayar klaim Termohon.

Pertimbangan Majelis Ajudikasi

Dengan tidak adanya kata sepakat, maka sengketa ini dilanjutkan oleh Pemohon ke jenjang ajudikasi tanggal 16 Februari 2010. Majelis Ajudikasi memeriksa dan memutuskan, Termohon harus membayar klaim dengan pertimbangan sebagai berikut:
  • Dokter terakhir yang menangani Tertanggung yaitu Dokter RS Bali Medistra pada tanggal 12 Oktober 2009 telah membuat koreksi atas surat keterangan awalnya menjadi : “Berdasarkan penelusuran catatan medik yang bersangkutan di tempat kami dan catatan medik dokter yang memeriksa sebelumnya, fotocopy data terlampir, bahwa keluhan sakitnya (batuk berdahak) dirasakan kurang lebih 2 (dua) bulan sebelumnya.
  • Tertanggung tidak mengetahui dirinya menderita penyakit kanker pada saat membeli polis asuransi yang kedua tanggal 23 Desember 2008. Ia baru menyadari dirinya menderita penyakit kanker paru-paru setelah pulang dari tournya keluar negeri yaitu saat pemeriksaan yang keempat oleh Dokter RS St. Carolus tanggal 20 April 2009.
  • Termohon tidak dapat membuktikan bahwa Tertanggung telah menyadari dirinya menderita penyakit sebelum atau pada saat membeli polis asuransi kedua, tetapi hanya berdasarkan asumsi atas keterangan yang diberikan oleh dokter yang merawatnya. Oleh karenanya Tertanggung tidak dapat dianggap melanggar prinsip-prinsip iktikad baik (utmost good faith).
  • Jika Tertanggung sungguh beriktikad tidak baik, maka Tertanggung tidak mungkin menjual polis pertamanya tanggal 4 Maret 2009 atau 3 bulan sebelum Tertanggung meninggal dunia.

Analisis

Seorang dokter dapat saja membuat suatu kekeliruan. Terbukti ia telah meralat keterangan yang diberikannya terdahulu. Seorang calon Tertanggung boleh saja tidak menyadari bahwa ia tengah menderita sesuatu penyakit pada saat ia membeli asuransi, karena ia jarang ke dokter atau karena keawamannya atau mungkin ia tidak pandai membaca gejala adanya suatu penyakit. Ia pun dapat saja berbohong. Namun logika mengatakan, jika ia sungguh mengetahui dirinya menderita sesuatu penyakit ia tidak akan menjual polis pertamanya.

Pembelajaran

  • Hendaknya Penanggung lebih cermat dalam melakukan investigasi klaim, sehingga setiap keputusan penolakan klaim tidak mudah dibantah. Oleh karena dokter pun dapat membuat kekeliruan, sebaiknya dilakukan klarifikasi dengan dokter pembuat keterangan medik. Meminta pendapat dokter ahli lain tentu akan membantu.
  • Menjual polis asuransi tanpa pemeriksaan dokter (non-medical) senantiasa mempunyai risiko dan konsekuensi. Hal ini dimaklumi benar oleh Penanggung ketika produk tersebut diciptakan. Penjual dan underwriter perlu lebih peka pada saat menerima permohonan produk ini.

0 comments:

Post a Comment